Aku dilupakan. Ditinggalkan.
Wajar(kah?)
Aku bahkan bingung dengan diriku sendiri.
Karena wajah ini serupa kanvas tak terbatas.
Yang merepresentasikan dunia.
Dunia bawah sadarku yang terlalu penuh dengan derasnya absurditas
dan hiruk-pikuk delusi, serta jejak kaki melankolik dan obsesi.
Tapi siapa peduli?
Aku selalu dikalahkan oleh tarian peri-peri pusat tata surya,
yang mempunyai sejuta senjata hegemoni.
Ketika semua nafsu berpesta dan merayakan lajunya amor-fati,
dengan berenang-renang dalam warna-warni substansi,
aku ikut didalamnya.
Tanpa peduli hangatnya racun yang menggerogoti.
Siapa peduli?
Akal sehatku pelan-pelan larut dalam cairan kontemplasi.
Rasionalitasku terbang bersama sayap-sayap semu selebrasi.
Semuanya terlukis bagus.
Sebagus lukisan seniman yang selalu menghisap serbuk semiotiknya,
dan duduk diantara kabut dan senja.
Tapi setelah itu semua pergi.
Jiwa dan raga kembali sendiri.
Tapi siapa peduli?
Ketika tawa berubah menjadi tangis,
Ketika tangis berubah menjadi luka,
Ketika luka berubah menjadi darah,
Dan ketika darah mengalir deras,
Ketika itu senyum terukir di wajah.
Dan aku masih sendiri.
Menikmati tusukan alienasi, dan dikuliti oleh persepsi,
dalam hiperrealitasnya dunia.
–kamarku. 01:50 am. 05/12/2011.
#Mogwai – Friend of the Night.
*pic taken and edited by: @sugendrik